Road to Kaskus

  • 2
Mantaps, sebulan gak ngetik di depan computer otak gw jadi agak tumpul untuk menulis sebuah prolog sekalipun. Kenapa gw bisa begini? Karena laptop Toshiba DynaBook Satellite super jadul gw itu sudah ‘hampir’ berpulang ke surga laptop. Biasanya di kamar gw ada benda abu-abu diatas meja kecil yang siap menyambut gw tiap pulang sekolah sambil menggoda, seakan bilang : “haris, sini dong… ngetik blog yuk… ato nonton video *cenat-cenut* … sensor”. Dan bener aja! Yang rusak adalah hanya layarnya aja. Laptopnya nyala, kipas nyala, booting oke, cuman layarnya item polos. Cuma bisa dilihat dengan menerawang layarnya pake senter. Tuhan Maha Tahu apa yang gw tonton di laptop.

Jadi beginilah gw, blogger gabut yang updatenya Cuma bisa 1 kali per caturwulan. Itu juga pinjem laptop bokap. Maka dari itu, mumpung ini lagi pegang laptop merah keren punya bokap, gw langsung buka Ms. Word 2007 yang baru di-install bebeapa waktu lalu dan memulai cerita tentang Three Muskateers…. Gank bimbang tanpa arah dan tujuan yang suka pergi keluar Bogor. Perjalanan pertama kami udah selese sewaktu kita hamper mati jadi gelandangan di Blok M… dan perjalanan yang terakhir ini kami bertiga (gw, Dwitiyo, Lukman) pergi ke Jakarta sudah tidak seperti ‘Gank Homo Trisum Keracunan Obat Kuat’. Melainkan bersama 2 guest star. Mereka berdua perempuan dan panjang rambutnya lebih dari 3 senti. Namanya Widuri dan Audi. Yang satu namanya kayak nama buah, dan satunya kayak merek mobil. Tapi jabatan mereka berdua di ekskul lebih tinggi daripada gw yang Waisya ini.


Pemeran Three Muskateers :


HARISUDDIN HAWALI
(pose ala bintang Hollywood)
motto hidup : biar jelek yang penting ganteng
cita-cita : ngupil di puncak gunung Bromo pake sarung tangan baseball


LUKMANUL HAKIM
(bajunya putih itu melulu dari SMP kelas 2)
motto hidup : untungnya saya tidak homo
cita-cita : peternak ikan lele yang sukses


DWITYO DRAJAT HARMAJI
(daHAR liMA ngaku hiJI) <--nampaknya tulisan alay
motto hidup : tiada hari tanpa game online
cita-cita : jadi simpenan pejabat berinisial OHG

Kamis, 10 Maret 2011. Jam 6 pagi gw baru bangun. Gak takut telat ke skolah ris? Oh tentu tidak. Sekolah gw yang RSBI itu sedang libur karena kakak kelas tercinta gw lagi pada ulangan semester akhir. Jadi gw sebagai ‘sophomore berusia 16 tahun ngebet punya KTP’ diliburkan supaya gak mengganggu ketenangan prosesi ulangan semester. Liburnya pun gak tanggung-tanggung, satu minggu penuh! Serasa libur satu tahun bagi gw yang lagi haus akan ilmu ini. Dari hari pertama sampe hari ke-empat ini, gw galau bukan kepalang lantaran dirumah gak ada kerjaan, belajar males, dan tidur pun udah kelebihan. Untungnya banyak orderan yang ngajakin gw untuk main keluar rumah.

Salah satunya adalah ekskul gw yang berniat mengundang Andrew Darwis sebagai narasumber dalam acara talkshow yang akan diselenggarakan sekolah RSBI gw itu. Untuk informasi, Andrew Darwis adalah pendiri sekaligus administrator dari forum Kaskus. Makanya, dia kami butuhkan untuk berbagi ilmu. Proposal udah dikirim lewat email dan belum juga di bales oleh pihak Kaskus. Karena ngebet pengen ngundang dia, ekskul gw nekat aja ke kantornya yang terletak di Gedung Cyber, Kuningan, Jakarta. Berbekal pengetahuan lewat Mobile Wikipedia, si kribo-china : Lukmanul Hakim, memandu perjalanan Three Muskateers beserta 2 guest star kita menuju ke kantor Kaskus.

Guest Star


Audi dan Widuri



Perjalanan dimulai pukul 10 pagi dimana kita beli tiket kereta ekonomi AC seharga IDR 5.500,- . Kita berlima naik kereta dan terpisah oleh ego masing-masing yang gak mau berdiri di kereta. Jadi kita mencar nyari tempat duduk masing-masing dan kereta pun berjalan. Gw dan teman sesama laki-laki duduk bertiga sementara 2 guest star kita duduk di lain tempat tapi masih satu gerbong. 1 jam berlalu dan kereta pun semakin penuh karena berhenti di tiap stasiun. Semua berjalan lancar dan tenang, di kiri gw ada Dwitiyo yang tidur sambil ngedengerin musik. Di kanan gw ada Lukman yang ngedengerin radio sambil tidur juga. Gw Cuma bengong. Tiba-tiba ada ibu2 hamil dan ibu-ibu tua yang berdiri di depan gw. Naluri jantan gw menyala, gw pengen berdiri untuk memberikan tempat duduk gw ke ibu2 hamil, tapi kok ada yang mengganjal. Akhirnya gak jadi.

Ibu2 hamil yang tadi udah ada yang ngasih tempat duduk dan tinggal tersisa ibu2 tua yang berdiri di depan gw. Gw rada males liat muka ibu2 itu, soalnya dia tua. Terus kereta berhenti, pintu kebuka, dan masuklah ibu2 hamil yang lain. Gw gak liat ibu2 hamil itu masuk, soalnya gw lagi ngobrol sama Lukman. Pas gw lagi ketawa-ketawa, tiba-tiba ibu2 tua itu teriak ke arah gw dengan suara lantang, “heh dek! kamu tuh pergi aja… biar ibu2 hamil itu yang duduk. Nyadar sendiri kan bisa!”. What the fuck! Gw Cuma senyum asem tanpa menatap MATA ibu2 tua ngidam suami ganteng itu. “Mbak, mbak, duduk situ aja”, kata gw dengan suara dibuat berwibawa. “oh iya mas, makasih”, dia senyum langsung duduk. Dan gw berdiri deket pintu, ngeliat kearah luar dengan wajah mellow abis dicerca sama ibu2 tua ngidam kalung berlian. Semua laki-laki melihat kearah gw dengan pandangan seakan bilang, “nak, itulah kodratmu sebagai lelaki yang naik kereta: harus berdiri”. Dan gw pun menitikkan air mata (bohong)…

Oke, untungnya gw punya kaki yang kuat. Dan gw lagi gak bawa pulpen Mont Blanc. Kalo bawa, mungkin ibu2 tua yang bibirnya disuntik Botox itu udah gw suntik pake tinta bolpoin. Ya benar! ibu2 itu bibirnya kaya bintang porno : disuntik Botox supaya ‘berbentuk’. Dan pikiran gw pun melayang sampe gw lupa sama ibu2 tua yang kerudungnya Ijo itu, hingga akhirnya kita sampe di stasiun Tebet, turun dan jalan kearah pintu keluar.

Audi : bang bang, ini stasiun Tebet kan?
Petugas KA : oh bukan neng, ini stasiun Cawang.
Gw : MasyaAllah…

Kita berlima salah stasiun. Kita bagaikan Power Ranger Mighty Morphin tahun 1963 yang datang ke masa Power Ranger Jungle Fury 2011 dan gak tau mesti ngapain. La la la… jalan lagi ke pinggir jalan dan naik tangga untuk ke shelter (halte) busway. Sial, entah kita berlima diboongin sama seseorang didalam kereta ato emang seseorang itu gak tau seluk beluk perkerataapian Jakarta, atau ini semua hanya mimpi dan sebenernya gw ada di dalam dunia Fana FG353 Nebula Hitoshi 453JS ? entahlah.. hanya Chef Master Marinka yang tahu…
Yupski! Setelah naik dari stasiun Cawang ke jalan raya yang letaknya diatas, kita tidak lupa untuk berfoto ria. Harap maklumlah, anak-anak kelas 2 SMA yang belum menemukan jati dirinya ini sangat jarang naik jembatan penyebrangan Busway. Sesampainya di shelter busway, kita naik busway. Setelah 20 menit berdiri didalem busway yang dipenuhi dengan anak gaul Jakarta, kita turun di shelter yang letaknya ada di bawah jembatan layang. Pilar-pilar beton nan gagah menyambut kita berlima setelah keluar dari Bis. Kita berjalan menyusuri tiang-tiang penyangga jembatan yang dipenuhi dengan graffiti dan mural khas perkotaan yang isinya tentang politik dan seruan rakyat. Gw melengos pergi dengan wajah takjub.

Haris : “oy kita dimana nih?”
Lukman : “kita ada di Kuningan”
Haris : “darimana lo tau?”
Lukman : “dari busway tadi”
Haris : “emang kantor kaskus ada di Kuningan?”
Lukman : “menurut Wikipedia sih iya…”

Karena shelter buswaynya lumayan jauh dari tempat yang ingin kita tuju, maka kita yang buta arah ini memutuskan untuk jalan kaki mencari gedung Cyber. Dari kolong jembatan tadi, kita menyebrangi jalanan Jakarta yang hiruk pikuk macet penuh polusi. Sambil diiringi dercak kagum gw yang tiada henti memuji seluruh kontraktor yang mampu membuat gedung-gedung besar pencakar langit di Jakarta ini. Tanpa sadar, gw diklakson sama motor, tiiiiin tiiiiin tin tin. Sh*t man! Untungnya aku tidak tertabrak motor gede itu. Kalo dikira-kira, kita berlima jalan 2 kilometer ada tuh. Dari shelter busway, jalan di pinggir jalan, nyebrang jalan lewat jembatan, muter-muter nyari jalan, sampe dari kejauhan keliatan ada gedung besar berwarna silver yang atapnya dipenuhi dengan banyak sekali parabola. Sampai lensa mata ini semakin fokus terhadap tulisan besar berwarna biru yang ada di atas gedung itu, terbaca sudah oleh gw tulisan itu : CYBER. Oh yeah, peluh ini langsung hilang setelah melihat tulisan itu. Serasa abis jalan di gurun pasir nan tandus terus liat Taylor Swift dan Vicky Shu nyanyi di tengah oasis diujung jalan sambil teriak-teriak manggil nama gw : “hariiiisss…. Harissss haaarrriiiiisss….!”, tenaga gw tiba-tiba langsung full lagi. Tapi apakah ini nyata?

Saus Tomat! Ternyata itu hanya fatamorgana. Emang sih gedungnya keliatan gede, tapi ternyata letak gedungnya itu ada dibalik sebuah pemukiman dan semak-semak yang dipagerin. Jadi kita harus ambil jalan muter untuk bisa menjangkaunya. Jalan lagi gaaann…. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kita sampai juga di daerah tempat gedung itu berdiri. Kita mulai masuk ke dalam gedung yang terlihat sepi tapi mobilnya banyak. Hanya ada satu orang petugas kebersihan lagi nyapu dan satu orang satpam yang dari tadi ngeliatin kita terus. Kita jalan berbaris dari tempat parkir menuju ke pintu kaca yang sangat besar. Karena gw ada di paling depan jadi mata gw lah yang pertama kali bertatapan dengan mata sang satpam. Gw yang dalam rombongan itu hanya sebagai parasit ikut-ikutan pengen jalan-jalan tentu saja tidak tahu urusan. Ke-empat teman gw yang notabene adalah petinggi ekskul dan tahu tujuan kita datang ke Jakarta ini, lebih lihai berbicara ketimbang gw.

Satpam: “dek, ada perlu apa ya?”
Gw: “oh eh anuu eeehh… mau ke kantor kaskus”
Satpam:”apaan tuh kaskus? Emang di lantai berapa ya?”
Gw: ”di lantai… emm eh anu…. Eh lo aja yang ngomong” *narik Lukman*

Akhirnya gw yang gagap gempita ini mundur dan menyendiri karena ke-empat teman gw itulah yang ngomong sama satpam dan resepsionisnya. Mereka lama banget ngomongnya sampe-sampe tumbuh jenggot di dagu gw ini. Gw yang memakai baju futsal dan sepatu kets tanpa kaos kaki ini terlihat sangat aneh di dalam lobby kantor ini. Semua temen gw pake baju rapih formal dan kemeja. Gw jadi lebih terlihat kayak supporter bola yang salah masuk ke ruang rapat PSSI. Sembari bertingkah tidak perduli dengan dresscode ini, gw lihat sekeliling ruang lobby ini. Banyak banget poster-poster game online yang tertempel di dinding. Dari mulai Xian, Ragnarok, Audition Ayodance, Gunbound, sampe Seal Online juga semua posternya ada disini. Aneh banget. Dan disamping lift ada papan besar yang disitu tertulis semua perusahaan Game yang ada didalam gedung itu beserta letaknya. Contoh : PT. Megaxus lantai 3 ; PT. Lyto lantai 4 ; dst. Tapi dari semua tulisan itu gak ada satupun gw nemu tulisan Kaskus. Setelah lama berpikir nama perusahaan pengelola kaskus, gak ketemu juga. Lalu gw gabung sama temen-temen gw yang lagi pada ngumpul. Mereka bilang ke resepsionis kalo kita mau ketemu sama pihak Kaskus untuk rundingan jadi bintang tamu. Proposal acaranya udah dikirim lewat email tapi belum dibales sampe seminggu, jadi kita nekat dateng kesitu.

Ternyata satpam dan reseptionisnya ngasih tau kalo Kaskus Official kagak ada di gedung itu. Dia juga menambahkan kalo Gedung Cyber di Jakarta itu ada tiga buah! Dan letaknya juga saling berjauhan!

Sapi Glonggongan!

Gw mencak-mencak ke si Lukman yang mis-Informasi sebagai tourguide kita. Apa mau dikata, di atas gunung masih ada gunung. Kita keluar untuk berunding : bagaimana kelanjutan perjalanan yang belum membuahkan hasil ini. Kita singgah sejenak di warung makan sambil ngobrol. Setelah stengah jam ngobrol sambil makan, kita memutuskan untuk mengirim ulang proposalnya lewat email. Masalahnya adalah, kita gak nemu warnet ato semacamnya. Ya iyalah, mau ngirim pake apalagi? Merpati pos?

Otak anak kelas 2 SMA ini tidak kehabisan akal. Karena widuri bawa laptot, jadi kita buka aja laptopnya. Blam! Begitu suara laptopnya terbuka. Bau nyadar di warung begini mana ada WiFi ? jadi kita jalan lagi keliling Jakarta untuk nyari mall yang ada WiFi nya. Jalan 500 meter dari tempat makan tadi, kita nemu sebuah Department Store yang lumayan bagus. Kita masuk dan ternyata didalemnya jualan peralatan rumah tangga dan ada yang jual pakaian dalam juga. Adakah WiFi disini? Tentu tidak. Paling dukun emang lo ye….

Tapi ya emang gak ada, jadi kita keluar lagi dan muter-muter sekitar situ lagi sampe akhirnya capek dan naik bis Kopaja ke arah jalan yang ada mall nya. La la la la… semuanya sangat asik, gw melihat pemandangan Jakarta dari dalem Kopaja yang sempit ini. Sesekali kernetnya membunyikan koin yang ada di tangannya, pertanda bilang “woy bayar…!”. Banyak anak sekolah yang masuk, banyak ibu-ibu yang masuk, banyak bapak-bapak yang masuk, sampe semuanya turun dan tinggallah kita berlima penumpang didalam bis. Ditambah satu kernet dan supir bis yang mirip tokoh Nanahara Shuya di film Battle Royale.

Tiba-tiba bisnya menepi dan supir + kernetnya berganti. Lalu bisnya jalan lagi dan perjalanan terasa sangat lama. Audi bertanya pada sang supir yang baru berganti tadi, “bang, bang, ini dimana?”. “oh ini di Ragunan dek”, jawab sang supir. Sontak Audi berteriak kaget, “mampus, kita kesasar… harusnya kita ke daerah yang banyak mall-nya. Pantesan aja kok kayak lama banget naik bisnya” . Yupski, kita kesasar sampe ke Ragunan. Untungnya baru jam 1 siang. Kita diturunin di sebrang shelter busway dan kita naik busway balik lagi kearah Sudirman.

Mengingat kejadian idiot barusan, kita ketawa-ketawa di tengah jalan yang sepi menuju ke shelter busway. Gimana enggak? baru pertama naik Kopaja udah keenakan didalem malah lupa tujuan. Jadi didalem busway kita berdiri berbaris di pinggir jendela seperti sedang mengantri sesuatu. Sambil pegangan.

Turun di shelter Bunderan HI, dan kita jalan di trotoar depan Plaza Indonesia. Karena waktu itu abis jam makan siang, jadi banyak banget pegawai kantoran yang balik ke tempat kerjanya. Yang gw perhatiin tentu saja para wanita karirnya. Mereka sangat cantik dengan baju blazer. Wajahnya sangat menggugah dengan keringat bercucuran sehabis makan di warteg. Betis mulus nan putih dan cara jalan bak seorang model. Cuci mata siang-siang, asooy…. Tiba-tiba cewek yang lagi gw liatin hilang, dan perhatian gw teralih ke temen-temen gw yang pada masuk ke daerah yang sangat elit. Semua bule pada masuk ke gedung itu. Gw ikutan mereka aja masuk. Sampe pintu masuk pun gw gak tahu itu gedung apaan, entah apartemen atau kantor diplomat. Dipintu, kita ngelewatin metal-detector yang dijaga oleh beberapa orang berbadan besar berbaju hitam. Semua bawang ditaro di samping pintu, supaya metal-detector nya kagak bunyi. Cuman gw jadi panik pas nyadar kalo gw pake kawat gigi. Takut pintunya bunyi, apa gw lepas aja kawat gigi ini?

Sesampainya didalem, sangat sepi.

Haris: “bray, kita dimana nih?”
Lukman:”kita di Grand Indonesia”
Haris: “kok Grand Indonesia pintunya kecil kayak tadi?”
Lukman:”tadi kita lewat pintu belakang, pintu utama penjagaannya lebih ketat lagi.”
Haris:”sepi banget didalem, gak laku apa ya? Saking mahal barang-barangnya”
Lukman: “…..”

Ya benar, didalem sepi bgt. Orang-orangnya sangat jarang. Populasi tikus tanah lebih banyak daripada populasi manusia disitu. Toko-tokonya banyak dan satu toko cuman jual satu merek doang. Belum lagi kemegahannya yang sangat juara dibandingkan mall-mall yang ada di Bogor. Dan yang harus digaris bawahi adalah, kalo mau mudah jalan-jalan di Grand Indonesia itu harus bawa peta. Karena saking gede dan luasnya. Gw juga baru tau itu setelah temen gw ngambil catalog di resepsionis depan. Catalog setebal itu ditaro secara gratis. Di dalem situ ada denah gedung dari Tower East sampai Tower West. Kedua menara mall itu disambungkan oleh Skybridge. Dan disitulah kita istirahat setelah masuk gedung ini. Gak usah sok kaya, pesen minuman di fast food aja udah kenyang kok. Tujuan pun tercapai, buka laptop langsung dapet sinyal WiFi. Pasti dapet lah, mall segede ini masa kagak ada WiFi, ya malu dong. Proposal kekirim lewat email, berdoa supaya proposalnya keterima dan ada balasan.

Minum udah puas, email udah kekirim, sekarang tinggal perjalanan pulang ke peraduan. Keluar gedung, tidak lupa kita berfoto-foto… apalah gunanya punya hape berkamera kalo kagak dipake, ya gak? Cekrek cekrek… manTAFT.

Berjalan lagi kearah shelter busway terdekat. Karena waktu itu sudah jam pulang kantor, otomatis busway dan shelternya pun penuh sesak oleh para pegawai kantoran. Kita menunggu, menunggu, menunggu bis yang rada kosong untuk dinaiki berlima. Pas udah ada, widuri dan audi masuk duluan sementara gw , lukman, dan dwitiyo ketinggalan di luar. Petugas melarang kita masuk karena didalem udah hampir overload. Dua perempuan itu langsung panic dan melambaikan tangan kearah luar. Pas pintu busway mulai ketutup, lukman teriak “turun di Benhil ya!”. Dan bus pun pergi. Dramatis sekali. Apaan tuh ‘benhil’ ? Kata lukman, itu adalaah singkatan untuk ‘Bendungan Hilir’. Nama shelter di deket Plaza Semanggi. Entahlah.

Tinggal kita bertiga berdiri tepat dipinggiran pintu shelter Busway, dan para calon penumpang lainnya di belakang sedang mengantri. Setelah dapet bis yang agak penuh, kita langsung masuk dan untungnya kita bertiga gak kepisah. Lima belas menit berlalu dan kita pun sampe di Bendungan Hilir. Tiba-tiba si Audi yang udah naik bis duluan tadi itu nelpon si lukman bahwa kita disuruh lari karna mereka udah sampe di shelter depan Plaza Semanggi. Sekedar info aja, Lukman bilang kalo waktu itu untuk sampe ke depan Plaza Semanggi dari shelter tempat kita turun tadi, kita harus berjalan 800 meter diatas jembatan layang. Dan kita pun lari sepanjang jembatan yang terbuat dari metal itu sampe menimbulkan bunyi yang bikin orang-orang pada nengok. Babat aja, yang penting gak kepisah lagi sama rombongan. Lumayan gan, jauh juga kita lari sampe dengkul berdencit gini.

Masih di atas jembatan metal, kita ngeliat widuri sama audi melambaikan tangan dari sebrang jalan. Dan mereka udah ngantri di shelter busway dengan muka panic seakan ngomong, “buruan makhluk lamban! Kita hampir telat nih!”. Sesampainya di sana, ngantrinya panjang banget gan. Akhirnya kita keluar juga dari antrian dan lari lagi ke pinggir jalan untuk naik Kopaja kearah stasiun terdekat.

Pas udah naik kopaja, kita duduk. Ya iyalah masa gelantungan. Audi pun ditelpon sama nyokapnya, biasalah anak cewek jam 5 sore belom pulang pasti nyokapnya girap-girap. Dia bilang ke nyokapnya kalo kita berlima lagi bikin proposal dengan sangat lama dan penuh konsentrasi, jadi bisa-bisa pulang malem. Dan ternyata widuri juga boong sama ortunya kalo kita berlima lagi ke Jakarta. Kesimpulannya mereka kabur. Dan three Musketeers ini membawa 2 perempuan yang kabur. Pantes aja dari siang kita sial terus, mungkin ada salah satu orang tua yang tidak ikhlas kalo anaknya pergi ke Jakarta tanpa izin.

“eh tau gak … dulu nama kontak nyokap gw di henpon apa coba?”, Tanya Audi. Gw menjawab, “ pasti ‘Mamah’ ? ”. “Bukan, kontak nyokap gw dulu adalah ‘cepet pulang…!!!’, karena kalo nyokap gw telepon, pasti artinya gw disuruh pulang.” . Jahat sekali, tapi juga gw jadi kepikiran untuk merubah nama kontak nyokap di hape gw menjadi “cek pulsa”. Entahlah… tapi setelah 1 jam perjalanan, kita nyampe juga di stasiun Manggarai berkat tuntunan seseorang yang duduk di pojok bis. Dia ngasi tau kita jalan tikus menuju ke stasiun Manggarai. Awalnya gw sempet curiga, orang kayak gini pasti penculik nih. Temen-temen gw yang pada jalan sejajar dengan orang asing itu keliatan cuek, cuman gw yang jalan sendirian di belakang terengah-engah karena gw ketinggalan mereka hamper jauh bgt. Kita jalan lewat jalan sempit, naik ke atas bebatuan, lewat pintu kecil, dan naik sebuah tangga kayu yang sengaja dibuat setinggi pagar Stasiun Mnaggarai. Jadi tangga itu seperti jalan illegal untuk masuk ke stasiun, dan karena gw paling belakang dan temen2 dak pada duluan, gw ketinggalan sendirian di belakang dan dimintain uang sama preman sekitar situ. Kampret, gw takut banget. Pas gw ngelengos pergi dia malah nyegat gw. Dia bilang kalo naik tangga yang tadi itu gak gratis, jadi gw harus bayar. Huuftt….. bilang dong pak. Udah keburu merinding disko duluan nich. Gw ngambil uang receh di kantong dengan gemeteran, gw kasih dia koin 500 perak. Cuman pas udah jauh, gw nyesel. Tau gitu gw kasih 2000 aja, cara nagihnya ngagetin kayak preman si, jadi gw ketakutan. Coba nagihnya slow, gw juga slow.

Pertanyaan baru muncul lagi, emang ada kereta Pakuan berenti di Manggarai? (waktu itu belum ada kereta Comuter) Waduch, gugup lagi. Udah suasanaya semakin gelap dan horror ala stasiun. Emang sih waktu itu lagi rame, cuman ramenya sama orang-orang yang rada mencurigakan semua. Sulit membedakan antara orang baru pulang kantor dengan pedagang remote tifi. Semuanya bercampur jadi satu seperti kopi susu instan. Sampai akhirnya widuri nyamperin gw dengan menenteng 5 lembar tiket. Gw baca tulisannya, “Kelas Ekonomi : Rp 2000,-”. Ya ampun, itu kan kereta yang sangat penuh sesak dan gak ada pintunya itu. Pas udah didalem kereta, lagi-lagi kita misah. Mereka kearah belakang gerbong sementara gw kea rah depan gerbong, sendirian. Kereta udah jalan dan kepala gw rada tinggikan sedikit untuk melihat mereka. Gak ketemu. Dan disinilah gw. Berdiri sendirian di antara sepasang muda yang sedang mesum dan sepasang orang tua yang udah gak inget umur. Mas-mas yang berdiri bareng pacarnya itu bener-bener gak mau kalo pacarnya kesentuh sama gw, jadi badan mas-mas itu agak mendekap sang pacar dengan penuh birahi. Badan gw yang cungkring ini semakin kegencet oleh sikut mas-mas gembel itu. Udah gitu keteknya bau keringet. Belum lagi ada om-om ubanan yang juga bersama seorang wanita yang tidak terlalu cantik. Gw perhatiin sih mereka ngobrol masalah yang gak penting dan gw gak ngerti sepanjang perjalanan. Pas gw liat lagi, ternyata si om-om ubanan kesepian itu udah mijet-mijet leher belakang sang ibu-ibu. Keliatan lah, mana mijetin asli dan mana mijetin mesum. Dan itu tergolong yang mesum, dan gw digencet oleh semua hal mesum itu. Mesum itu kan yang untuk nyimpen benda-benda bersejarah. Oh itu meseum….

2 jam berlalu dan kereta pun semakin longgar. Gw lihat 4 temen gw itu melambaikan tangan dari belakang gerbong pertanda gw diajak gabung. Mereka cerita-cerita pengalaman desak-desakan bareng dengan muka riang. Sementara gw diliputi awan mendung abis desak-desakan juga, tapi sama abang-abang pake baju lekbong dan keringetan.

Keluarlah kita kembali di stasiun Bogor. Semua berpisah dengan perasaan haru dan berharap proposal yang dikirim lewat email di Grand Indonesia tadi itu diterima Kaskus.

Seminggu kemudian gw papasan sama Lukman dan dia bilang ke gw, “ris, proposal kita ditolak…. Harus cari bintang tamu lain untuk ngisi acara.”

Dasar malinda di.

Snapshots


Nunggu kereta di stasiun bogor. Seperti tunawisma ngelampar di lantai samping rel.


Ya beginilah, motret pake hape gw, gue sendiri gak ada di fotonya.


Gedung Cyber Kuningan. Ini hanya fatamorgana….


Jalan di atas jembatan penyebrangan, baru nyadar ternyata gw ada di Grogol tanpa orang tua.


Metromini kosong nyasar ke Ragunan


Pasangan konjugasi antara orang Indonesia dan orang “China”


Jendela Skybridge Grand Indonesia lv. 3. Liat kebawah dengkul langsung berdesir


Kiri-kanan : Dwitiyo Drajat dan Harisuddin Hawali. Si Dwitiyo malu-malu padahal pengen pose. Sok-sok-an makan padahal sendoknya kosong.


Toilet di Grand Indonesia ada jam buka-tutupnya kayak tempat wisata.



Salam bobrok,
-harisdarko-
Pentinggak.blogspot.com

2 komentar:

  1. Gue baca posting blog ini sampe nangis-nangis inget waktu itu Ya Allah lucu bangeeeeeeeet hahaha teruslah menulis ris hahahaha CEPAT PULANG!!!!!

    BalasHapus
  2. Wah, cepet banget waktu berlalu, baca cerita ini jadi kangen masa-masa perjuangan jadi pengurus ekskul :D

    BalasHapus

Silahkan isi demi terbentuknya blog yg aduhai.
Jika menggunakan anonymous ID, harap sertakan nama asli anda di akhir posting.

Thank You for Visiting Pentinggak Blog