Selamat Malam. udah lama gw gak nulis di blog ini. maaf
teman-teman. Gw sibuk parah. Waktu 1 menit adalah sangat berharga bagi gw
sekarang ini. Gw udah gak kayak pas SMA dulu yang cuma masuk jam 7 pulang jam 2
trus bisa main. Dulu gw santai banget. Lebih santai dari orang-orang pantai.
Tapi sekarang gw sangat sibuk. Lebih sibuk dari orang-orang pantai. Kenapa gw
menggunakan preposisi "orang pantai"? karena sekarang gw kuliah dekat
dengan pantai. Serius men, ITS Surabaya terletak di pinggir Surabaya Timur
mengarah ke pantai Kenjeran. Pantai sepi yang hanya dikunjungi oleh orang-orang beragama yang beribadah di kuil dan sesekali beberapa pasang mesum yang pacaran di tengah
kegelapan pantai di tengah malam. Kenapa gw bisa tau kalo pantainya gelap? Kareng gw pernah belajar
Mekanika Teknik di pantai itu jam 11 malem bareng temen-temen. Besoknya ada kuis. Yap. Kami segerombolan
perantau dari Jawa Barat yang baru pertama melihat pantai yang gak bisa dipake
surfing. Yaiyalah, ombaknya aja cuma setinggi mata kaki. Mata kaki kucing.
Dilihat dari tempatnya yang deket laut ini, tempat gw
tinggal di Surabaya ini sangatlah panas. Menurut intuisi ngasal gw, suhu saat
jam 12 malem di tempat tinggal gw ini bisa mencapai 96.8 Fahrenheit. Itulah sebabnya
gw selalu keringetan sepulang kuliah. Di kamar gw selalu telanjang dada. Kebayang
dong betapa kerennya gw. Gw sering mampir ke kosan temen gw yang lain untuk
merasakan hawa yang lebih baik. Yang terjadi adalah kita malah telanjang dada
bareng. Kita sama-sama kepanasan karena kosannya sama-sama panas, ditambah
ventilasi udara yang gak lebih besar dari ibujari gajah Timor Leste, dan
genteng yang terbuat dari asbes yang notabene adalah campuran logam. Jadilah kita
sepasang mahasiswa teknik dengan kulit kecoklatan matang di dalam kos-kosan
dengan hanya memakai celana pendek. Gak ada satupun tempat dingin di Surabaya kecuali
di dalem kulkas dan kosan yang ada AC nya. Yap, benar sekali. Diantara pada
perantau pas-pasan yang ngekos di sekitar kampus selalu saja ada yang punya
kelebihan dana untuk membayar ruangan dengan suhu yang lebih rendah.
Sebut saja dia Zul, Deo, dan Dimas. Mereka adalah beberapa
temen gw yang kosannya selalu ramai dikunjungi oleh teman-teman. Bukan karena
kos-kosannya dingin atau apa, tapi
memang kamar mereka memiliki suhu dibawah 20 derajat celcius. Cukup dingin
untuk membekukan keringat mahasiswa teknik yang hanya melihat perempuan 2 hari
seminggu. Kosan ber AC mereka selalu ramai didatangi teman-teman yang ingin
belajar atau numpang dingin. Gw termasuk di dalamnya.
Banyak banget gw temuin orang aneh di dunia baru gw ini. Sejak
SMA, gw yang ber-ekspektasi bakal ketemu dengan temen2 dengan bahasa jawa yang
halus dan penuh tata karma, ternyata malah dihadapkan dengan kebalikannya. Perangai
kasar dan kata-kata umpatan selalu keluar dari mulut mereka. Entah karena
budaya bawaan pergaulan atau apa, tapi gw sedikit kecewa. Karena semua keluarga
gw adalah jawa, dan gak ada satupun dari mereka yang ngomong kayak temen2 gw
sekarang ini. tapi maklum mungkin, gw masih baru. 12 tahun di kota Hujan yang
orang-orang nya kalem dan slow. Dengan perangai penduduk yang sesuai
ekspektasi, gw sudah terbiasa. Ternyata gw memang ditakdirkan untuk belajar dan
kuliah bersama orang-orang seperti ini.
Mereka yang mayoritas belum pernah mencium asapnya ibukota
Jakarta, mereka yang mayoritas belum pernah melepaskan kakinya dari wilayah
timur Jawa, dan mereka yang sangat suka mengomentari para pendatang dengan
komentar yang seakan bilang “oh kayak gini toh orang sana”. Anomali banget.
Selama gw SMP, temen2 gw gaul semua. Gw sendiri yang gak gaul. Kenapa gitu? Karena
mereka memakai apparel yang didapat dari distro lokal, dan mereka menyanyikan
lagu-lagu Pee Wee Gaskins yang pas jaman SMP itu sangat gaul. Tapi itu semua
berubah manjadi norak dan alay saat gw masuk SMA. Gw yang gak ‘ngikutin jaman’
pas SMP itu gak serta merta jadi alay juga karena alay era sekarang adalah
veteran gaul era sebelumnya. Gw gak gaul, jadi gw gak akan bermetamorfosis jadi
alay. Setidaknya sampai lulus SMA. Hahaha.. itu yang gw perhatiin saat gw
pertama kali menginjakkan kaki di kota Surabaya. Teman2 gw disini seperti
teman2 gw dimasa SMP. Semua sesuatu yang dibilang gaul sama temen SMP dulu,
masih dipake sama temen2 gw di kuliah sekarang ini. Gw jadi kaya abis naik
mesin waktu gitu.
Gaya ber-sms mereka belum bisa dibilang normal. Mereka masih
menggunakan singkatan-singkatan alay dan membutuhkan kinerja otak lebih untuk
memahami makna dari sms yang diketik. sebagai orang baru, gw sering
memperhatikan gelagat dan gerak-gerik orang yang akan belajar bersama gw ini. and some of them is out of date. Saat gw
berkumpul dalam suatu forum yang mayoritasnya adalah orang-orang asli jawa
timur, kondisinya selalu beku. Awkward gak jelas gitu. Saat gw mencoba member ice
breaking biar gak sepi dan mencairkan suasana, gw malah dibilang alay karena
lelucon gw itu. Hey tot, harap berkaca. Kadang suka gak ngaca, alay teriak
alay. Nama facebook aja belom bener udah ngatain orang alay. Dandan masih kayak
TKW hasil deportasi aja udah ngatain orang alay. Pakaian dan gaya rambut masih
kaya pengamen Tanah Abang aja udah ngatain orang alay. Nampaknya gw juga jadi
kebawa alay. Seperti teori gw, seseorang
akan kebawa lingkungan dimana ia akan lama tinggal didalamnya.
lindungi aku dari budaya purba ini
Gw dan nyokap dateng kesini berdua untuk daftar ulang di
ITS. Bokap gw lagi dinas keluar kota jadi belum bisa nemenin. Saat tiba waktu
untuk bertemu dengan temen-temen baru gw, mulai keliatanlah kesenjangan antara
orang yang dulu tinggal di lingkungan seperti gw dan orang lokal daerah sini. Dari
cara berdiri aja udah beda. Saat mulai kenalan, cara ngomong, gaya bicara, gestur,
mimik wajah, semua ketara beda banget. Pergaulan emang ternyata mempengaruhi. Gw
pernah ngajak kenalan seorang mahasiswa baru pas lagi training ESQ di Graha. Dia kebetulan
duduk disebelah gw, maka gw memulai pembicaraan dengan cara berkenalan. Dia bilang
dia berasal dari sebuah pulau di timur Bali. Gw yang ngajak kenalan duluan, tapi responnya sangatlah buruk. Dia
bahkan gak ngeliat mata gw. Dari percakapan itu, gw terus yang nanya dan dia cuma
jawab maksimal 2 kata. Udah gitu mukanya datar sok serius gitu. Sombong parah.
Kampus gw memiliki asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswa
yang ingin tinggal di asrama. Asrama memiliki Penjaga yang terkenal killer. Dia
punya peraturan yang melarang manusia selain penghuni asrama dilarang masuk ke
dalam asrama. Kalo ketahuan, siap-siap ambil cuti 3 semester deh *lebay*. Dia
tipikal laki-laki berumur 48an dengan rambut beruban. Selalu patroli
ngelilingin asrama naik sepeda, memakai kemeja batik, dan membawa TOA. Tiap ada
sesuatu yang mencurigakan selalu diteriakin pake TOA sampe bikin kaget. Tapi gw yakin dia orang baik. Lain hal, asrama memiliki
jam malam. Diatas jam 11 malam, gerbang akan ditutup dan tidak boleh lagi ada
yang keluar masuk. Tapi inti ceritanya bukan itu.
para mahasiswa baru lagi nunggu kegiatan maba berikutnya, kami menyebutnya baju panda : atasan putih, bawahan hitam
Lain ladang lain belalang. Ternyata yang dianggap keren di Jakarta
malah dianggap alay di disini. Sebaliknya, semua gaya alay Jakarta yang sering
kalian lihat di acara Dahsyat, ada semua live action di tempat gw kuliah.
Salah satu penjaga asrama pernah berkata di awal semester saat Mahasiswa
Baru, baru masuk ke asrama, “anak Jakarta dan sekitarnya itu adalah anak yang bandel.
Mereka selalu pulang larut malam. Beda sama anak jawa timur yang kalem, baik,
dan gak pernah pulang larut”. Gw udah kenal semua temen dari semua daerah, dan
gw gak setuju sama statement itu.
Karena sesungguhnya perbedaan itu bukan untuk diperdebatkan.
Hanya untuk dilihat, dinikmati, dipahami dan dihargai.
Salam ganteng,
Pentinggak.blogspot.com
haha sabar ris,yang di asrama itu yang di blok apaan? dimas siapa tuh ris
BalasHapus